Ayah sebagai kepala sekolah dalam madrasah N ama ibu sering dibawa-bawa saat anak membuat ulah di masyarakat seperti berkata kotor, ...
![]() |
| Ayah sebagai kepala sekolah dalam madrasah |
Nama ibu sering dibawa-bawa saat anak membuat ulah di masyarakat seperti berkata kotor, bertengkar dengan anak tetangga, merusak barang milik
orang lain, membuat masalah di sekolah, nongkrong sampai larut malam di luar rumah, dan lain-lain. Saat itu sering muncul teriakan, “Anaknya siapa sih?
Ibunya mana, Nih? Bisa nggak sih, mengurus anak?” dan macam-macam ocehan
lainnya.
Hal ini karena dogma yang berkembang di masyarakat “IBU MADRASAH PERTAMA ANAK. Ini memang benar. Pertanyaannya, peran ayah bagaimana?
Layaknya madrasah, proses belajar tidak akan berjalan sukses
kalau tidak ada kepala sekolahnya. Ayahlah yang
memerankan kepala sekolah itu. Masing-masing punya peran. Sebagai kepala sekolah di madrasah,
ia akan memahami , yang namanya ibu, ia yang akan menentukan kesuksesan anaknya
di masa depan.
Kondisi saat ini, banyak “madrasah” yang tak punya “kepala
sekolah”. Sebab, ayah yang seharusnya menjalankan tugas ini tak paham perannya.
Jadilah ibu mengurus anak seorang diri tanpa orientasi, arahan, dan bimbingan
dari “kepala sekolah”. Sehingga, mengasuh anak sekadar menghabiskan waktu,
seraya berkeluh, “Mengasuh anak kok, susah banget, ya?” Iya, mengasuh anak memang susah sebab
hadiahnya adalah surga. Kalau mengasuh anak itu mudah, maka hadiahnya Cuma voucher pulsa. Hehehe…
Jadi, sudah
semestinya ayah menjalankan fungsinya di dalam rumah. Minimal ada 4 tugas
“kepala sekolah” yang menjadi tanggung jawab ayah demi terwujudnya kualitas
anak yang unggul, yaitu:
2. Menentukan
visi dan misi
3. Melakukan
evaluasi
4. Menegakkan
aturan
Keempat hal inilah
yang sejatinya harus ditunaikan oleh ayah sebagai bentuk kepedulian terhadap
anak. Anak sebagai siswa didik merasakan kehadiran ayah ‘sang kepala sekolah’ yang mengurus
pertumbuhan mereka, baik secara fisik, psikis maupun spiritual. Begitu juga
ibu, memiliki pemandu yang mengarahkan tercapainya tujuan pengasuhan. Ibu tak
merasa dibiarkan seorang diri mengurus anak. Itulah kenapa, jika ayah hanya
mengurusi masalah fisik rumah semisal genteng bocor, TV rusak, lampu mati,
sejatinya bukanlah ayah kepala sekolah. Ia lebih tepat disebut ‘ayah marbot atau penjaga sekolah’
Maka, wahai para
Ayah, mari tingkatkan derajat diri menjadi ayah kepala sekolah.
Kita urai tugas
pertama ayah sebagai kepala sekolah, yaitu membuat suasana sekolah aman dan
nyaman. Kriteria utama sekolah yang baik adalah aman dan nyaman. Sekolah yang
siswanya betah berlama-lama di dalamnya, fokus dalam belajar. Tidak suka nongkrong
di luar, apalagi mencoba untuk kabur.
Dalam konteks
pengasuhan, sekolah pertama bagi anak adalah ibu. Peran ibu sebagai sekolah tak
lain memberikan rasa nyaman bagi anak agar betah berlama-lama di dekatnya.
Menjadi tempat untuk curhat di saat anak resah dan mengadukan segala
gundah. Utamanya, memberikan nilai pengajaran bagi anak agar tangguh dalam
menghadapi tantangan kehidupan.
Sulit bagi ibu
membuat anak betah di sisinya bila ia tidak mendapatkan dukungan, mudah stres,
dan hanyut dalam perasaannya sendiri. Ibu yang tak nyaman biasanya gampang
marah. Emosinya meledak-ledak seperti petasan tahun baru. Alhasil, anak lebih
betah nongkrong berlama-lama di mal, warnet, atau tempat hiburan lainnya. Malas
untuk pulang bertemu ibunya, sebab terbayang akan bertemu dengan sosok yang
seram dan angker. Inilah gejala munculnya ‘mother
distrust’ di kalangan anak-anak saat ini akibat ibu yang dirasa tak
lagi memberikan kenyamanan bagi mereka.
Semua itu terjadi
disebabkan hilangnya peran ayah sebagai kepala sekolah. Ayahlah yang seharusnya
berpikir untuk membuat suasana “sekolah” aman dan nyaman, membuat anak betah
bersama ibunya. Dalam hal ini, tugas ayah adalah memperhatikan kebutuhan batin
sang ibu. Hakikatnya, ibu akan bisa memberikan rasa nyaman kalau kebutuhan batinnya
terpenuhi. Ada ruang baginya untuk bicara mengeluarkan isi hati dan
pikirannya.
Maka, tugas wajib ayah sebagai kepala sekolah adalah memberikan
waktu dan ruang setiap hari bagi ibu untuk bicara sebagai upaya menyehatkan
jiwanya. Dengarkanlah keluh kesahnya. Kalaupun ibu mau marah-marah dan
menangis, silakan ke ayah saja. Ibarat kata, biarkan ibu membuang sampah
emosinya kepada ayah agar ibu bisa memberi bunga cinta untuk anaknya. Sebab,
ibu yang sehat jiwanya akan dapat menjalankan tugasnya sebagai sekolah terbaik
bagi anak.(cg77)*
Wallahu a'lam bish shawab
